Sabtu, 23 November 2013

TARI RUDAT


Tari Rudat Lombok
Tari Rudat adalah sebuah tari tradisional yang masih banyak terdapat di Pulau Lombok.Dibawakan oleh 13 penari yang berdandan mirip prajurit.Berbaju lengan panjang warna kuning, celana sebatas lutut warna biru, berkopiah panjang mirip Aladin warna merah yang dililit kain warna putih atau biasa disebut tarbus.Mereka dipimpin oleh seorang komandan yang mengenakan kopiah mirip mahkota, lengkap dengan pedangdi tangan.Biasanya tarian ini dibawakan pada saat upacara khitanan, katam Al Quran, Maulid Nabi peringatan Isra Mi’raj, dan peringatan hari-hari besar Islam lainnya.
Pada awalnya, tari rudat tumbuh dan berkembang di pesantren sebagai sarana dakwah.Seiring berjalannya waktu, tarian ini menjadi tarian rakyat.Tak heran, kita pun bisa dengan mudah menjumpainya di daerah Kuningan, Banten, Lampung, bahkan di Karangasem Bali.
Tari Rudat ditarikan sambil menyanyi dengan lagu yang melodi dan iramanya seperti lagu melayu.Syairnya ada yang berbahasa Arab dan ada pula yang berbahasa Indonesia. Tari Rudat diiringi sejumlah alat musik rebana yang terdiri dari jidur, rebana, dap, mandolin dan biola. Gerak tarian rudat merupakan  gerak seni bela diri pencak silat yang menggambarkan sikap waspada dan siap siaga prajurit Islam tempo dulu.
Itulah sebabnya, mereka banyak menggunakan gerakan tangan dan kaki. Kadang tangan diayun kiri kanan, kadang mirip gelombang, tapi di saat lain mereka melakukan gerakan memukul dan menendang.
Sesungguhnya asal-usul kesenian rudat sampai saat ini masih belum begitu jelas.Sebagian berpendapat, bahwa kesenian rudat ini merupakan perkembangan dari zikir zaman dan burdah, yaitu zikir yang disertai gerakan pencak silat.Burdah adalah nyanyian yang diiringi seperangkat rebana ukuran besar.
Pendapat lain mengatakan, konon tari ini berasal dari Turki yang masuk bersama penyebaran agama Islam di Indonesia pada abad XV. Itulah sebabnya, tarian ini kentara sekali warna Islamnya, terutama dalam lagu dan musiknya.Di Lombok Timur dapat kita jumpai dan saksikan hampir di semua Kecamatan.
Secara terminologi, rudat berasal dari kata “raudhah” yang berarti taman bunga. “Raudhah” juga digunakan untuk menyebut taman nabi yang terletak di masjid Nabawi, Madinah. Jumlah pemain tari rudat dibatasi jumlahnya, berkisar antara 12 sampai 24 orang, mulai dari penabuh waditra, penari, dan penyanyi.

Menurut H. Hassanul Basri (42), salah satu tokoh penggerak rudat di Labuhan Haji, pertunjukan rudat terdiri dari tiga bagian, yakni:

a. Pembukaan ucapan tabik (hormat/permisi), yang di antaranya berbunyi:
Tabik tuan-tuan, tabik nona-nona, mulailah bermain di hadapan tuan-tuan melihat keramaian...

b. Bersalawat (puji-pujian kepada nabi), petikannya:
E...Allah hibismillah
Loh... Allah ya Allah
Ya... Allah hu...
c. Penutup (permintaan maaf kalau ada salah laku dan ucap selama menari).
Masih menurut Basri, rudat secara terminologi berasal dari kata raudah, yaitu taman nabi yang terletak di masjid Nabawi, Madinnah.
Mami Satriah (40), tokoh rudat lainnya di Lombok Timur menambahkan, rudat itu merupakan gabungan antara burdah dan saman.Burdah, adalah syair yang diiringi rebana, sedang saman adalah gerakan-gerakan yang diiringi zikir tanpa musik.
Zikir saman, menurut Mami memiliki tahapan.Tahapan pertama, biasanya menceritakan masalah haji.Tahap kedua, melakukan gerakan mirip askar (tentara).Gerakan ketiga, ujngkapan kegembiraan.Dalam rudat, imbuh Mami, biasanya yang dipakai adalah tahapan kedua.

Rudat Banten
Seni rudat mulai ada dan berkembang di Banten pada masa pemerintahan Sinuhun Kesultanan Banten II, Pangeran Surosowan Panembahan Pakalangan Gede Maulana Yusuf (1570-1580 M).
Tidak banyak yang mengetahui seluk beluk tari rudat, karena hanya sedikit sesepuh yang masih hidup sampai sekarang.Di samping itu, naskah yang berisi sejarah rudat dan nilai-nilai filosofis rudat pun hanya dimiliki oleh satu sampai dua orang.Salah satunya merupakan anak dari mendiang pemilik naskah yang menjadi sesepuh di Banten.
Namun demikian, warga Banten meyakini bahwa rudat sebetulnya jurus silat yang dikembangkan menjadi tarian, diiringi musik dan shalawat.Seni tradisional Banten ini menjadi rangkaian utama, tatkala Kesultanan Banten mengadakan hajat besar atau dalam acara penyambutan tamu kehormatan yang berasal dari mancanegara.
Pasang surut Seni rudat Banten sangat erat kaitannya dengan sejarah Kesultanan Banten.Saat kedatangan Belanda, Seni rudat malah terkubur.Yakni pada masa kepemimpinan Sinuhun Kesultanan Banten IV, Pangeran Panembahan Maulana Abdulmufakir Mahmudin Abdul Kadir (1596-1651 M).
Seni tradisional khas Banten ini benar-benar dilarang Belanda.Karena dicurigai sebagai ajang untuk mengumpulkan masa, berlatih bela diri, dan menghimpun kekuatan untuk menentang Belanda.
Kemudian Syekh Nawawi al-Bantani membangkitkan kembali tari rudat lewat muridnya yang berasal dari Sukalila, bernama Kyai Sulaiman.Sejak itu, rudat dijadikan media penyebar ajaran agama Islam. Sampai kini, tari rudat diwariskan secara turun-temurun selama lima generasi di desa Sukalila.
Desa Sukalila merupakan induk dari beberapa kelompok seni rudat.Di sinilah seni rudat asli Banten berakar dengan kuat.Warga desa ini menjadi satu dengan tradisi rudat. Mulai dari anak-anak hingga orang lanjut usia gemar memainkan kesenian tradisional khas Banten ini.

Syair Rudat
Yang paling menonjol dalam pementasan seni rudat adalah perpaduan unsur tari, olah kanuragan, dan shalawat.Pementasan diawali dengan lantunan shalawat As-Salam yang mengiringi masuknya penari.Selanjutnya, mereka menari diiringi musik dan lantunan syair rudat, yang diyakini sebagai peninggalan ulama Banten saat melakukan penyebaran agama Islam.
Syair yang biasa digunakan untuk mengiringi penari rudat di antaranya adalah Thalab-Naba, Khasbiyun,Ya khayyu ya Qayyum. Syair utamanya adalah Shalawat As-Salam, Khasbiyyun, Ya Khayyu Ya Qayyum, dan Shalawat Penutup yang akan mengiringi penari rudat keluar.
Jika diresapi secara mendalam, syair rudat memiliki makna batin yang kuat. Misalnya syair, “Ya Khayyu ya Qayyum, La khaula wa laa quwwata illa billahi aliyyil adzim.” Syair ini memiliki arti bahwa tiada daya dan upaya tanpa hidayah dan izin Allah.
Syair rudat mengisyaratkan munajat dan kepasrahan total akan keterbatasan manusia. Gerakan tariannya juga demikian, tiap tembang yang dilantunkan akan memiliki gerakan yang berbeda.
Tidak ada prosesi khusus yang dilakukan sebelum mementaskan rudat. Beberapa hal yang harus dimiliki oleh pemain rudat adalah tekun berlatih, ketulusan hati, dan kebersihan batin. Selanjutnya, secara khusus semua penabuh alat musik (pemusik), penari, dan pelantun tembang harus dikasih ijazah oleh sesepuhnya.
Kini, tarian Rudat banyak ditampilkan pada upacara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Isra’ Mi’raj, Khataman Al-Qur’an, gebyar Muharam, Hari Raya Idul Fitri, dan Hari besar Islam lainnya.Atau dipertunjukkan dalam acara hiburan di lingkungan pesantren, upacara perkawinan, dan khitanan. Karena memang, norma agama akan menjadi kering tanpa tradisi, seni, dan budaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar