Tari Rudat Lombok
Tari
Rudat adalah sebuah tari tradisional yang masih banyak terdapat di Pulau
Lombok.Dibawakan oleh 13 penari yang berdandan mirip prajurit.Berbaju lengan
panjang warna kuning, celana sebatas lutut warna biru, berkopiah panjang mirip
Aladin warna merah yang dililit kain warna putih atau biasa disebut
tarbus.Mereka dipimpin oleh seorang komandan yang mengenakan kopiah mirip mahkota,
lengkap dengan pedangdi tangan.Biasanya tarian ini dibawakan pada saat upacara
khitanan, katam Al Quran, Maulid Nabi peringatan Isra Mi’raj, dan peringatan
hari-hari besar Islam lainnya.
Pada awalnya, tari rudat tumbuh dan berkembang di
pesantren sebagai sarana dakwah.Seiring berjalannya waktu, tarian ini menjadi
tarian rakyat.Tak heran, kita pun bisa dengan mudah menjumpainya di daerah
Kuningan, Banten, Lampung, bahkan di Karangasem Bali.
Tari Rudat ditarikan sambil menyanyi dengan lagu
yang melodi dan iramanya seperti lagu melayu.Syairnya ada yang berbahasa Arab
dan ada pula yang berbahasa Indonesia. Tari Rudat diiringi sejumlah alat musik
rebana yang terdiri dari jidur, rebana, dap, mandolin dan biola. Gerak tarian
rudat merupakan gerak seni bela diri pencak silat yang menggambarkan
sikap waspada dan siap siaga prajurit Islam tempo dulu.
Itulah sebabnya, mereka banyak menggunakan gerakan
tangan dan kaki. Kadang tangan diayun kiri kanan, kadang mirip gelombang, tapi
di saat lain mereka melakukan gerakan memukul dan menendang.
Sesungguhnya asal-usul kesenian rudat sampai saat
ini masih belum begitu jelas.Sebagian berpendapat, bahwa kesenian rudat ini
merupakan perkembangan dari zikir zaman dan burdah, yaitu zikir yang disertai
gerakan pencak silat.Burdah adalah nyanyian yang diiringi seperangkat rebana
ukuran besar.
Pendapat lain mengatakan, konon tari ini berasal
dari Turki yang masuk bersama penyebaran agama Islam di Indonesia pada abad XV.
Itulah sebabnya, tarian ini kentara sekali warna Islamnya, terutama dalam lagu
dan musiknya.Di Lombok Timur dapat kita jumpai dan saksikan hampir di semua
Kecamatan.
Secara terminologi, rudat berasal dari kata
“raudhah” yang berarti taman bunga. “Raudhah” juga digunakan untuk menyebut
taman nabi yang terletak di masjid Nabawi, Madinah. Jumlah pemain tari rudat
dibatasi jumlahnya, berkisar antara 12 sampai 24 orang, mulai dari penabuh
waditra, penari, dan penyanyi.
Menurut
H. Hassanul Basri (42), salah satu tokoh penggerak
rudat di Labuhan Haji, pertunjukan rudat terdiri dari tiga bagian, yakni:
a. Pembukaan ucapan
tabik (hormat/permisi), yang di antaranya berbunyi:
Tabik tuan-tuan, tabik nona-nona, mulailah bermain di hadapan tuan-tuan melihat
keramaian...
b.
Bersalawat (puji-pujian kepada nabi), petikannya:
E...Allah hibismillah
Loh... Allah ya Allah
Ya... Allah hu...
c.
Penutup (permintaan maaf kalau ada salah laku dan ucap selama menari).
Masih menurut Basri,
rudat secara terminologi berasal dari kata raudah, yaitu taman nabi yang
terletak di masjid Nabawi, Madinnah.
Mami Satriah (40), tokoh rudat lainnya di Lombok
Timur menambahkan, rudat itu merupakan gabungan antara burdah dan saman.Burdah,
adalah syair yang diiringi rebana, sedang saman adalah gerakan-gerakan yang
diiringi zikir tanpa musik.
Zikir saman, menurut Mami memiliki tahapan.Tahapan
pertama, biasanya menceritakan masalah haji.Tahap kedua, melakukan gerakan
mirip askar (tentara).Gerakan ketiga, ujngkapan kegembiraan.Dalam rudat, imbuh
Mami, biasanya yang dipakai adalah tahapan kedua.
Rudat Banten
Seni rudat mulai ada dan berkembang di Banten pada
masa pemerintahan Sinuhun Kesultanan Banten II, Pangeran Surosowan Panembahan
Pakalangan Gede Maulana Yusuf (1570-1580 M).
Tidak banyak yang mengetahui seluk beluk tari rudat,
karena hanya sedikit sesepuh yang masih hidup sampai sekarang.Di samping itu,
naskah yang berisi sejarah rudat dan nilai-nilai filosofis rudat pun hanya
dimiliki oleh satu sampai dua orang.Salah satunya merupakan anak dari mendiang
pemilik naskah yang menjadi sesepuh di Banten.
Namun demikian, warga Banten meyakini bahwa rudat
sebetulnya jurus silat yang dikembangkan menjadi tarian, diiringi musik dan
shalawat.Seni tradisional Banten ini menjadi rangkaian utama, tatkala
Kesultanan Banten mengadakan hajat besar atau dalam acara penyambutan tamu
kehormatan yang berasal dari mancanegara.
Pasang surut Seni rudat Banten sangat erat kaitannya
dengan sejarah Kesultanan Banten.Saat kedatangan Belanda, Seni rudat malah
terkubur.Yakni pada masa kepemimpinan Sinuhun Kesultanan Banten IV, Pangeran
Panembahan Maulana Abdulmufakir Mahmudin Abdul Kadir (1596-1651 M).
Seni tradisional khas Banten ini benar-benar
dilarang Belanda.Karena dicurigai sebagai ajang untuk mengumpulkan masa,
berlatih bela diri, dan menghimpun kekuatan untuk menentang Belanda.
Kemudian Syekh Nawawi al-Bantani membangkitkan
kembali tari rudat lewat muridnya yang berasal dari Sukalila, bernama Kyai
Sulaiman.Sejak itu, rudat dijadikan media penyebar ajaran agama Islam. Sampai
kini, tari rudat diwariskan secara turun-temurun selama lima generasi di desa
Sukalila.
Desa Sukalila merupakan induk dari beberapa kelompok
seni rudat.Di sinilah seni rudat asli Banten berakar dengan kuat.Warga desa ini
menjadi satu dengan tradisi rudat. Mulai dari anak-anak hingga orang lanjut
usia gemar memainkan kesenian tradisional khas Banten ini.
Syair Rudat
Yang paling menonjol dalam pementasan seni rudat
adalah perpaduan unsur tari, olah kanuragan, dan shalawat.Pementasan diawali
dengan lantunan shalawat As-Salam yang mengiringi masuknya penari.Selanjutnya,
mereka menari diiringi musik dan lantunan syair rudat, yang diyakini sebagai
peninggalan ulama Banten saat melakukan penyebaran agama Islam.
Syair yang biasa digunakan untuk mengiringi penari
rudat di antaranya adalah Thalab-Naba, Khasbiyun,Ya khayyu ya Qayyum. Syair
utamanya adalah Shalawat As-Salam, Khasbiyyun, Ya Khayyu Ya Qayyum, dan
Shalawat Penutup yang akan mengiringi penari rudat keluar.
Jika diresapi secara mendalam, syair rudat memiliki
makna batin yang kuat. Misalnya syair, “Ya Khayyu ya Qayyum, La khaula wa laa
quwwata illa billahi aliyyil adzim.” Syair ini memiliki arti bahwa tiada daya
dan upaya tanpa hidayah dan izin Allah.
Syair rudat mengisyaratkan munajat dan kepasrahan
total akan keterbatasan manusia. Gerakan tariannya juga demikian, tiap tembang
yang dilantunkan akan memiliki gerakan yang berbeda.
Tidak ada prosesi khusus yang dilakukan sebelum
mementaskan rudat. Beberapa hal yang harus dimiliki oleh pemain rudat adalah
tekun berlatih, ketulusan hati, dan kebersihan batin. Selanjutnya, secara
khusus semua penabuh alat musik (pemusik), penari, dan pelantun tembang harus
dikasih ijazah oleh sesepuhnya.
Kini, tarian Rudat banyak ditampilkan pada upacara
peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Isra’ Mi’raj, Khataman Al-Qur’an, gebyar Muharam,
Hari Raya Idul Fitri, dan Hari besar Islam lainnya.Atau dipertunjukkan dalam
acara hiburan di lingkungan pesantren, upacara perkawinan, dan khitanan. Karena
memang, norma agama akan menjadi kering tanpa tradisi, seni, dan budaya.